Minggu, 25 Agustus 2019

Ekoseksual, Ketika Seseorang Amat Mencintai Bumi dan “Menikahi”-nya

Gerakan “cintai bumi” sebenarnya sudah lama digembar-gemborkan. Namun, kembali ramai diperbincangkan setelah tragedi ditemukannya ikan paus yang mati dengan banyak sampah plastik di perutnya. Nah, ketertarikan untuk menjaga bumi dari kerusakan ternyata melahirkan ekoseksual (ecosexual/sexecology). Apakah itu? Simak ulasannya lebih lengkap berikut ini.

Apa itu ekoseksual (ecosexual)?

Melansir dari High Country News, sebanyak 25 orang yang mengaku ecosexual di Las Vegas memproklamirkan rasa cintanya pada bumi dengan mengadakan pernikahan dengan bumi.

Pada Hari Bumi Sedunia yang jatuh pada tanggal 22 April 2019 lalu, kelompok ini menyebut diri mereka “kekasih bumi” serta mengikrarkan untuk berjanji selamanya mencintai dan menjaga bumi layaknya upacara pernikahan.

Mendengar kata menikahi bumi tentu akan membuat Anda mengerutkan dahi, bukan? Ya, ini merupakan salah satu acara yang diselenggarakan sekumpulan orang yang menganut ekoseksual.

Ekoseksual adalah sebuah istilah untuk mereka yang memiliki kecintaan terhadap lingkungan dan membawanya ke kehidupan percintaan mereka

“Ecosexual adalah pertemuan antara ekologi dan seksologi,” ujar Jennifer J. Reed, PhD, seorang sosiolog dari University of Nevada pada laman Health.

Secara harfiah, ekologi adalah ilmu yang mempelajari interaksi organisme dengan lingkungannya. Sementara seksologi adalah ilmu yang mempelajari kepentingan, fungsi, dan perilaku seksual manusia.

Dapat disimpulkan bahwa ekoseksual adalah istilah umum bagi orang yang memperlakukan alam sebagai mitra seksual yang harus dilindungi, bukan sebagai sumber daya untuk dieksploitasi.

Tercatat dalam sejarah, bahwa tindakan yang mengarah pada ekoseksualitas sudah ada sejak lama. Pada abad pertengahan, misalnya, diketahui bahwa beberapa orang Venesia mengadakan perayaan untuk menikahi laut.

Menurut Reed dalam disertasinya, sexecology yang sempat tenggelam kembali muncul di akhir tahun 90-an. Beberapa orang yang mengikuti kencan online menggunakan istilah ini dalam profilnya.

Tujuannya, untuk menginformasikan pada calon pasangan bahwa melindungi bumi itu penting dan ia menginginkan calon pasangannya itu melakukan hal serupa.

Tidak semua orang mengekspresikan rasa cinta dengan cara yang sama


Serena Anderlini-D’Onofrio, seorang penulis buku Gaia & the New Politics of Love: Notes for a Poly Planet, turut memberikan komentar mengenai ekoseksual. Menurutnya, “Ketika cinta adalah seni, maka bentuk-bentuk ekspresinya tidak terbatas.”

Pendapatnya itu dapat dilihat dari bentuk-bentuk kegiatan yang dilakukan oleh para penganut ekoseksual. Rasa cinta pada bumi umumnya dilakukan dengan gerakan peduli lingkungan, seperti menanam pohon, mengurangi penggunaan plastik, atau memungut sampah di pantai.

Namun, ada pula beberapa orang yang menunjukkan rasa cintanya dengan cara yang berbeda. Contohnya, seperti yang sudah disebutkan, yakni menyelenggarakan pernikahan dengan bumi.

“Kami merasa sebagai pecinta alam, perlu mengubah cara orang-orang memandang alam. Untuk itu, kami menggunakan pernikahan sebagai bentuk rasa cinta kami pada bumi. Sama halnya ketika manusia menunjukkan rasa cintanya satu sama lain,” jelas Stephens, salah satu penganut ecosexual pada laman Washington Post.

Tidak hanya itu, beberapa penganutnya menganggap bahwa ekoseksual adalah sebuah identitas seksual, layaknya gay, lesbian, atau biseksual. Bahkan, di antara mereka ada juga yang melakukan kontak fisik, seperti memeluk pohon, membelai batu, mengagumi lengkungan bumi, atau melakukan dirty talk pada tanaman, sebagai bentuk cintanya pada bumi.

Adakah dampak ekoseksual pada kesehatan psikis atau fisik?

Hingga saat ini, belum ada kesepakatan di antara ahli yang menyatakan bahwa ekoseksual merupakan penyimpangan seksual atau bukan. Namun, kebiasaan yang dilakukan oleh para sexecology ini bisa saja berpengaruh pada kesehatan, baik kesehatan fisik ataupun psikologis.

Misalnya saja mereka yang kerap memeluk pohon atau mencium batu bisa memindahkan debu, tanah, atau kotoran pada tubuh. Terlebih ketika tak dibarengi dengan rajin menjaga kebersihan diri, seperti mencuci tangan. Mereka tentu akan rentan terkena penyakit.

Sementara itu, ekoseksual yang mengagumi lengkungan dan keindahan bumi bisa membuat seseorang lebih bersyukur dan menjadi salah satu cara menghilangkan stres.

Kemudian, kebiasaan berbicara dengan tanaman atau bahkan melakukan dirty talk bisa membuat seseorang merasa tidak nyaman dan enggan untuk berinteraksi dengan orang tersebut sehingga akan memengaruhi kemampuan bersosialisasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Liverpool Dibantai Watford, Berikut Deretan Angkanya

Liverpooltidak berdaya di markas Watford, Vicarage Road, pada laga pekan ke-28 Liga Inggris, Sabtu (29/2/2020). Tampil dengan skuat terba...